Rss Feed
Rss Feed

Rabu, 15 Mei 2013

MIMPI-MIMPI PELANGI

Mereka berlari menuju arah sawah. Mereka menyeberangi sungai lalu menyusuri pematang sawah. Belalang-belalang kecil beterbangan dari rerumputan yang mereka lewati. Kini kaki-kaki kecil mereka telah berlumur lumpur. Mereka mencebur ke sawah. Mereka asyik mencari keong.


MIMPI-MIMPI PELANGI


“Pernahkah kalian melihat pelangi?” Tanya bu Erviana. Se isi kelas terdiam. mereka saling tengok antar teman sebangku.

“Hayo, sudah pernah apa belum?” Guru muda itu coba bergurau. “Sungguh beruntung orang yang pernah melihat pelangi. Warnanya indah sekali. Siapa yang ingin melihat pelangi?” tanya bu Erviana penuh semangat.

“Saya, saya, saya bu.” Ternyata semua murid ingin sekali melihat pelangi. Mereka berteriak-teriak sambil mengacungkan jari.

 “Nah, ibu akan menjelaskan singkat tentang pelangi.” Semua murid seketika diam. Mereka bersiap mendengarkan penjelasan bu Erviana tentang pelangi.

“Kalian perlu tahu, pelangi terjadi karena ada sinar matahari yang dibiaskan oleh titik-titik air hujan yang masih tersimpan di langit. Sebenarnya matahari memancarkan banyak sekali jenis warna lho. Namun sayang, yang bisa kita lihat hanya warna merah, kuning, hijau, biru, nila dan ungu. Setelah warna-warna itu dibiaskan, maka timbullah pelangi.” Semua murid nampak tertarik dengan penjelasan guru yang cantik itu.

Sayang sekali, penjelasan bu Erviana yang sangat menarik itu harus terputus oleh bunyi bel tanda pulang. Murid-murid nampak kecewa karena mereka masih penasaran dengan pelangi.

Murid-murid dari kelas lain mulai berhamburan keluar. Mereka berlari-lari ramai sekali. Di luar gerbang, mobil jemputan sudah menunggu. Anak-anak itu saling berebut tempat duduk dalam mobil. Riuh dan riang. Mereka nampak asyik saling bercerita dan bersenda gurau di dalam mobil jemputan. 
  
Terlihat tiga anak berlari kencang dari ruang kelas tiga. Mereka adalah Hanum, Pelangi dan Indri. Tiga anak itu bersahabat sejak kelas dua SD. Sejak ayah Hanum di pindah tugaskan ke SMA Negeri 03 sebagai guru Biologi.

Sesampai di depan pintu mobil, mereka tak bergegas masuk. Nafas mereka ngos-ngosan. “Ayo cepat masuk anak-anak. Orang tua kalian pasti sudah menunggu di rumah.” Teriak pak sopir yang sudah siap di depan kemudi.

“Iya pak, kami menghela nafas dulu.” Jawab Langi sambil mengelap keringat di dahinya. Tak lama kemudian ketiganya sudah duduk di jok paling belakang.

###

Rumah Hanum, Langi dan Indri saling berdekatan. Mereka selalu berangkat dan pulang sekolah bersama. Mereka juga kerap belajar bersama. Saat belajar, mereka lebih sering di rumah Hanum. Itu karena Ayah Hanum adalah guru SMA. Setiap ada kesulitan tentang pelajaran, ayah Hanum pasti membantu.

Memasuki kawasan perumahan, mobil jemputan itu berjalan pelan. Satu persatu mereka turun di depan rumah masing-masing. Setiap pintu mobil terbuka, sudah ada seorang ibu yang menyambut. Kadang juga seorang ayah. Terpancar kebahagiaan di wajah mereka saat itu.

Tinggal mereka bertiga dan pak sopir di dalam mobil. “Nanti kami turun di depan Rumah Hanum saja pak.” Ucap Langi.

 “Kenapa di depan rumahku?” Tanya Hanum.

“Iya, kenapa?” Tambah Indri.

“Kalau nanti aku turun di depan rumahku pasti tak ada yang menyambut ketika aku turun. Kalau di rumah Hanum kan pasti ada yang menyambut. Menyenangkan.” Langi tertawa.

Benar, mereka turun di depan rumah Hanum. Seorang ibu berkerudung coklat sudah berdiri menunggu penuh kasih sayang. Mereka bertiga turun dari mobil. “Aku pulang dulu Han.” Ucap Langi setelah mencium tangan ibu Hanum.

“Iya, nanti setelah makan siang aku ke rumahmu ya.” Hanum menawarkan.

“Boleh.” Jawab Langi singkat.

“Aku juga ikut.” Imbuh Indri.

“Oke.” Ucap Langi sambil menunjukkan jempol tanda setuju.

Siang itu mereka berkumpul di rumah Langi. Hanya mereka bertiga, karana ayah dan ibu Pelangi pasti belum pulang dari kerja. Orangtua Langi bekerja sebagai buruh di pabrik plastik.

“Sekarang mendingan kita bermain ke sawah saja. Mencari keong. Pasti asyik.” Langi menunjuk kearah sawah tak jauh dari komplek perumahan. Baru seminggu sawah itu dipanen. Biasanya, beberapa hari setelah dipanen, keong banyak bermunculan di tepi-tepi parit atau sembunyi dalam lumpur sawah.

Mereka berlari menuju arah sawah. Mereka menyeberangi sungai lalu menyusuri pematang sawah. Belalang-belalang kecil beterbangan dari rerumputan yang mereka lewati. Kini kaki-kaki kecil mereka telah berlumur lumpur. Mereka mencebur ke sawah. Mereka asyik mencari keong.

Sayang, langit saat itu perlahan gelap. Bukan karena sore, namun karena mendung. Nampaknya akan terjadi hujan. “Langi, kamu merasakan gerimis turun?” Tanya Indri. Suara gemuruh air hujan mulai terdengar jelas dari arah barat. 

“Sebaiknya kita cepat cari tempat berteduh.” Ucap Hanum.

“Ayo kita berteduh di gubuk itu. Lari !!!” Teriak Langi sambil berlari menuju gubuk Mbah Mustaqim.

 “Untung kita sudah berteduh.” Mereka bertiga saling berhimpit menghangatkan. Memang saat itu sangat dingin. Hujan turun lebat sekali.

“Aku kadang iri dengan mu Han. Setiap pulang sekolah pasti ada yang menyambut di depan rumah. Seandainya ibuku bisa bekerja di rumah, pasti ibu bisa menyambutku setiap hari.”

“Bicara apa kamu Langi?” Hanum menanggapi.

“Andai saja aku punya uang banyak, pasti ibu sudah aku buatkan kios di rumah.”

“Ah, kamu jangan iri Langi. Enakan kamu bisa bebas bermain apa saja. Ibumu tidak pernah memarahi. Untuk bisa kesini pun aku harus ijin dulu sama ibu. Ibuku terlalu perhatian.”

“Aku punya mimpi besar kalau sudah besar nanti. Aku ingin membahagiakan kedua orangtua ku. Aku ingin mereka bisa bekerja di rumah saja. Aku ingin memenuhi semua kebutuhan mereka.”

“Aku juga sama Langi. Aku sangat ingin membalas kasih sayang orangtua ku. Mereka sangat mengasihiku selama ini. Saat aku sehat, saat aku sakit, aku selalu disayang. Semoga orangtua kita selalu mendapat kebahagiaan dari Tuhan.”

“Amin.” “Amin.” Jawab Langi dan Hanum berurutan.

“Hei lihat, warna apa itu? Indri berteriak kencang.

“Pelangi !!!”

“Wah, indah sekali.” Lebih indah dari yang dijelaskan bu Erviana.

“Mungkin, pelangi itu pertanda Tuhan mengamini impian-impian kita.” Ucap Indri.

“Iya, impian kita. Mimpi-mimpi pelangi.” 
 
“Ha..ha..ha.. ada Pelangi melihat pelangi.” Mereka tertawa bersama keras sekali. Saat itulah pertama kali mereka lihat pelangi. Cukup lama mereka nikmati keindahan itu.

“Hari sudah sore. Waktunya kita pulang.” Ajak Langi pada Hanum dan Indri.

Mereka cepat berlari menyusuri pematang sawah, menyeberangi sungai menuju komplek perumahan. Tak ada yang ingat dengan keong-keong yang tadi mereka cari. Mungkin karena mereka terbuai oleh pelangi.


edy arif tirtana

4 komentar:

Anonim mengatakan...

ehem...
absen sekalian baca critanya...

taufik mengatakan...

bagus tuh critanya...

edy arif tirtana mengatakan...

syyiiph. moggoo-moggo

edy arif tirtana mengatakan...

tapi tetep perlu kritikan yg membangun nih.. mbangun rumah