PENDAHULUAN
Mengapa
tokoh wayang Karna dijadikan sebagai teladan oleh Tripama (Sri Mangkang),
sedangkan ia ikut golongan angkara? Dan siapakah yang menjadi tokoh teladan
dalam Tripama yang benar-benar bisa dapat dikatakan sebagai satria dan prajurit
utama?
Hampir
boleh dikatakan, bahwa setiap orang asli Solo tentu mengetahui siapa yang
dimaksud dengan Tripama. Tripama adalah penampilan tiga tokoh yang patut dan
dianjurkan untuk dijadikan teladan bagi orang yang ingin mengabdikan diri dalam
bidang keprajuritan dan keperwiraan. Tokoh wayang tersebut adalah Mahapatih
Sumantri dari Maespati, Mahawira Kumbakarna dari Alengka, dan Adipati Basukarna
dari Astina (Karsono Saputra. 2005: 115).
PEMBAHASAN
Sri
Mangkunegara IV di Surakarta meninggalkan
warisan utama bagi bangsa ini berupa Serat Tripama. Serat ini
menceritakan tentang tiga tauladan utama
keprajuritan dan warga negara yang tolol
mengabdi hidup dan perjuangannya di garisnya masing-masing. Dalam serat ini
dibahas tiga tokoh utama yang patut dijadikan
teladan bagi orang yang ingin mengabdikan diri dalam bidang keprajuritan
dan kewiraan. Serat ini juga dikatakan sebagai serat yang ditujukan kepada
prajurit. Tokoh-tokoh yang dimaksud adalah Sumatri dari Maespati, Mahawira
Kumbakarna dari Alengka dan Adipati Basukarna dari Astina (Purwadi, 2006: 395)
Mahawira Kumbakarna
dari Alengka
Raden
Kumbakarna merupakan adik raja Alengka, Prabu Dasamuka. Raden Kumbakarna
bertubuh raksasa ‘buta’, tetapi berjiwaluhur. Sifat-sifat cinta tanah air dan
perjuangannya tergambar dalam tembangan (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
1994: 113) berikut ini:
Wonten
malih tuladha prayogi
Satriya
gung negari ing Alengka
Sang
Kumbakarna arena
Tur
iku warna ditya
Supradene
nggayuh utami
Duk
wiwit prang Alengka
Dennya
darbe atur
Maring
saka amrih raharja
Dasamuka
tan keguh ing atur yekti
Dene
mungsuh wanara
Kumbakarna
kinen mangsah jurit
Mring
kang raka sira pan nglenggana
Nglungguhi
kasatriya
Ingtekaddatan
sujud
Amungcipta
labuh negeri
Myang
Leluhuripun
Wusmukti
aneng Alengka
Mangka
arsarinusak ing balakapi
Punapi
matingrana
Kumbakarna
perang melawan prajurit kera, tidak bermaksud membela kakaknya (Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994: 235). Dia
sangat tidak setuju idiologi dan kepribadian Dasamuka. Kumbakarna selalu
mengingatkan kakaknya untuk menyerahkan Dewi Sinta yang telah kakaknya culik
dari Rama. Walaupun tidak sepaham denga kakaknya yang sekaligus sebagai
rajanya, Kumbakarna tetap maju ke medan perang. Dia berperang hanya semata-mata
menjalankan kewajiban sebagai satria dan warga negara.
Disinilah
kitab ia melihat rasa nasionalisme yang dEmilikian Kumbakarna. Sifat seperti
ini mungkin juga tercermin dengan istilah wrong right my country, benar salah
adalah negeriku. Apa pun alasannya, tanah tumpah darah harus dibela (Purwadi,
2006: 398), mengingat di sinilah orang tua, leluhur dan kita dilahirkan,
dibesarkan dan kelak dikubur.
Adipati Basukarna
dari Astina
Adipati
Karna adalah putra Dewi Kunti dengan Batara Surya. Oleh sebab itu ia juga
disebut dengan Surya tamaja atau Surya putra. Sedangkan Dewi Kunthi dengan
Prabu Dewanata menurunkan Punta dewa, Werkudara dan Arjuna. Berdasarkan
silsilah di atas ternyata Adipati Kumbakarna masih bersaudara dengan Pandawa.
Namun saat besar dia mengabdikan dirinya pada Negara Astina. Sifat
kepribadiannya di gambarkan pada tembang berikut:
Wonten
maleh kinarya palupi
Surya
putra Narpati Ngawangga
Lan
pendawatur kadange
Lanyayah
tunggil ibu
Suwitramring
Sang Kurupati
AningnagriNgatina
Kinaryagulagul
Manggalagolonganing
prang
Bratayudaingadekensenapati
NgalagaingKurawa
SuwandadariMaespati
Patih
Suwandara dalam melaksanakan tugasnya selalu menepati atau menempatkan dirinya
sebagai orang yang mempunyai sifat-sifat utama, yaitu sifat ksatria (trah
utama). Gambaran orang semacaminiadalah orang yangselalumelaksanakantugasnya,dapatmencariakaluntukmemecahkanmasalah.Dilukiskan
pula bahwa Patih Suwandara tidak mau mengambil harta rampasan dari Negara yang
ditaklukannya, melainkan harta tadi diberikan kepada Negara. Inilah yang
disebut kaya didalam diri Patih Suwandara.
Ia
juga tidak takut mati dalam peperangan membela Negara, bangsa dan rajanya
(Departemen Pendidikandan Kebudayaan, 1994: 112).
Hal
ini dilukiskan dalam tembang sebagai berikut:
Yogyanira
kang para prajurit
Lamun
bisa sira anulada
Duk
ingune caritane
Andelira
Sang Prabu
Sasrabahu
ing Maespati
Aran
Patih Suwanda
Lalebuhanipun
Kang
ginelung tri pakara
Guna
karya purun ingkang dan antepi
Nuhoni
trah utama
Lire
lelabuhe tri prakawis
Guna;
bisa saniskareng karya
Budi
dadya nanggule
Kaya;
sayektinipun
Duk
bantu prang Magada Nagri
Amboyong
putri dhomas
Katur
ratunipun
Purune
sampun tetela
Aprang
tandhing lan ditya Ngalengka nagri
Suwandra
mati ngrana
Terjemahan:
Sayogayanya
wahai prajurit
Tirulah
sebisa-bisanya
Cerita
dizaman dahulu
Yakni
tangan kanan Sang Prabu
Sasrabahu
dari Maespati
Yng
bernama Patih Suwandra
Bekal
mengabdinya
Meliputi
tiga hal
Guna,
karya dan purun yang selalu dipegang
Sebagai
seorang manusia utama
Adapun
ketiga bekal pengabdian itu
Guna;
berartiserba bisa
Berusaha
untuk selalu berhasil
Karya;
sesungguhnya
Ketika
menjadi panglima perang
Melawan
Negeri Maganda
Ia
sukses memboyong putri domas
Kemudian
dihaturkan kepada rajanya
Purun;
jelas ketika bertempur melawan raksasa Alengka
Suwanda
gugur di medan laga
Dari
syair-syair di atas,dapat menemukan tiga
sifat keprajuritan Patih Suwanda, antara lain:
1. Guna berarti ahli,
pandai dan terampil dalam mengabdi kepada bangsa dan negaranya. Suwanda selalu
membekali diri dengan berbagai ilmu dan keterampilan. Dia bekerja tidak
asal-asalan agar segalanya bisa sukses.
2. Kaya berarti serba
kecukupan. Sewaktu Patih Suwanda diutus oleh raja, dia kembali memperoleh harta
rampasan tidak disimpan sendiri, tetapi diserahkan kepada negara.
3. Purun berarti
pemberani, bersemangat dan dinamis sebagai pemuka negara. Suwanda selalu tampil
semangat menyala-nyalatanpa disertai pamrih. Bahkan jika perlu jiwa raganya pun
dikorbankan.
Serat
Tripama diakhiri dengan sebuah tembang Dhandhanggula (Purwadi, 2004: 400),
sebagai berikut:
Katrimangkasudarsanengjawi
Pantessagungkangparaprawira
Amiridasakadare
Lung
lelabuhipun
Ajwakongsibuangpalupi
Manawa
sibengnist
Ingestinipun
Senadyansekadhingbuda
Tan
prabedabudipandumingdumadi
Marsudiingkotaman
Terjemahan:
Ketiganyabuatcontoh
orang Jawa
Pantassekalianparaperwira
Menirulahsebisanya
Dalamhalpengabdian
Jangansampaimembuangtauladan
Jikaterjatuhdalamkenistaan
Hinasebenarnya
Walaupuntekadajamandahulu
Tiadabedabudimasing-masingmanusia
Jalanmencarikebenaran
Pesan Dalam Serat
Tripama
- Tiap-tiap warga Negara mempunyai kewajiban membela tanah airnya
- Ajaran tentang cintatanah air dan wajib bela Negara itu juga bisa kita temu dalam ungkapan-ungkapan tradisional
- Dalam menila isuatu hal kita perlu cermat dan hati-hati, harus bisa membedakan baik buruknya secara tepat
- epentingan bangsa dan Negara harus lebih diutamakan dari pada kepentingan pribadi dan golongan
- Demi kepentingan bangsa dan Negara kita melakukan dengan sepenuh hati
- Seseorang akan tumbuh sikap hidup jika selalu memperlakukan orang lain secara manusiawi (Dhanu PriyoPrabowo, 2003: 44).
DAFTAR PUSTAKA
DepartemenPendidikandanKebudayaan.Nilai-nilaiBudayaSusastra
Jawa.1994.
Mulyono,Sri.TripamaWatakSatriadanSastraJendral.Gunung
Agung:Jakarta.1978.
PriyoPrabowo,Dhanu.Pengaruh
Islam DalamKarya-karyaR.Ng. Ronggowarsito. Narasi:Yogyakarta.2003.
Purwadi.KitabJawaKuno.Dalam
Terbitan:Yogyakarta.2004.
PusatPembinaandanPengembanganBahasaDepartemenPendidikandan
Kebudayaan:Jakarta.1994.
Saputra,Karsono.BahasadanSastraJawa.WedatamaWidya
Sastra:Jakarta.2005.
Disusun oleh Ichwanus
Solichiyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar