Rss Feed
Rss Feed

Kamis, 12 Desember 2013

NN: INILAH KELUARGA KAMI #1

Aku sama sekali tak ingin mencari ibu dan bapak kandungku. Aku sudah menemukan keluargaku disini. Lengkap, ada Ibu Hazmi yang selalu mengajariku untuk kuat, tidak gampang menyerah dan tidak mudah menangis. Ada kak Nabil yang mengajariku bercita-cita dan ada Jado, Sandi, Lanang dan Lalang yang selalu ada menemaniku berpetualang. Ya, di panti asuhan inilah kami tinggal dan memulai petualangan bersama.

INILAH KELUARGA KAMI

Kawanan tikus kerapkali hilir mudik menyusuri lantai yang belum sempurna. Entahlah, mereka tidak mau lewat tengah-tengah lantai. Mereka selalu berjalan menyusur batas tembok. Kalau tikus-tikus itu lewat, pasti ada bau anyir yang sangat menyengat. Mirip bau Lanang kalau seminggu tidak mandi. Kulitnya yang hitam mengkilat, rambur keriting kumel ditambah ingus yang selalu meler membuat teman-teman malas mendekatinya.

Lanang memang anak paling jorok diantara kami. Ia jarang sekali mandi. Baju-baju yang dipakainya juga apek. Hi, sebab itulah teman-teman menjulukinya “si upil”. Kamu jangan bayangkan bahwa kami tidak jorok alias sehat dan bersih. Kami juga jorok, tapi Lanang lah yang paling parah joroknya diantara kami.

Kejorokan kami bertambah parah saat air mampet. Kami tidak mandi sampai air mengalir kembali. Rumah kami berlangganan air artetis. Kata kak Nabil, air artetis itu sisa buangan dari kolam renang yang dialirkan melalui selang ke rumah kami. Sebab itulah airnya tidak boleh diminum. Nanti bisa-bisa perutmu sakit.

Pernah suatu saat, Lesi nekat meminum air artetis itu. Ia masukkan air itu ke dalam botol air mineral, lalu membawanya ke sekolah. Waktu itu si Lesi berangkat sekolah bersamaku dan ketiga teman yang lain. Ia meminum air dalam botol itu sambil berjalan. Aku tak tahu kenapa si Lesi sampai senekat itu tidak mendengar nasehat dari kak Nabil. Sesampai pintu gerbang sekolah, perutnya pun melilit sakit. Ia meringis sampai kelihatan gigi kuningnya itu. Seharian ia dirawat di ruang kesehatan sekolah. Ia tidak bisa ikut pelajaran.

Cerita seperti itu tidak akan terjadi kalau Lesi tidak bandel. Biasanya kami selalu tahan dahaga. Selesai sarapan, meski pun rasanya ada yang mengganjal di tenggorokan, kami tidak pernah minum kecuali ada yang berbaik hati memberi air mineral gelas ke rumah kami. Tapi itu sangat jarang. Biasanya kami selalu cepat-cepat jalan kaki ke sekolah untuk menuju kamar mandi. Menghidupkan kran dang gleg gleg gleg, airnya kami minum. Rasanya sangat segar. Lumayan untuk mendorong makanan sampai lambung.

Kami pernah diperingatkan oleh pak Rohim, penjaga sekaligus tukang kebun sekolah tentang kebiasaan kami itu. Kata pak rohim, air kran tidak boleh diminum, harus dimasak dulu karena masih ada banyak bakteri di dalamnya. Tapi masa bodohlah, pak Rohim kadang terlalu rewel tentang kebiasaan kami setiap pagi itu. Kami menganggap lucu omongan pak Rohim itu. Iya, buktinya, sampai sekarang kami tidak pernah sakit setelah minum air kran sekolah.

Tidak seperti air artetis yang megnalir di rumah kami, beracun.
Tapi mungkin perkataan pak Rohim benar. Bagi anak-anak yang lain, mungkin meminum air dari kran bisa membuat mereka sakit. Tapi itu tidak berlaku bagi kami.


Aku tahu alasannya, pasti kuman dan bakteri tidak mau menyerang kami. Ia tahu kalau berdiam lama di tubuh kami rasanya tidak enak. Ia tidak akan mendapatkan hidup yang layak jika berdiam dalam tubuh kami. Kami tidak akan memasukan makanan yang bergizi tinggi ke tubuh kami. Satu-satunya alasan adalah sebab kami tidak pernah makan makanan bergizi tinggi. Kuman dan bakteri tahu, perlahan ia akan mati sendiri jika berani tinggal di tubuh kami.

Selama ini kami memang jarang sakit. Kecuali jika kami berbuat nakal melanggar aturan seperti Lesi. Kami sangat syukuri itu. Ternyata penyakit juga punya rasa kemanusiaan. Mereka tahu jika mereka menyerang kami, maka kami kesulitan untuk membeli obat, apalagi pergi ke rumah sakit. Meski aku pernah baca di UUD bahwa rakyat miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara, tapi kata kak Nabil, jika kami sakit, dibawa ke rumah sakit, kami hanya akan ditelantarkan.

Tapi, rumah sakit tidak selamanya seperti apa yang dikatakan kak Nabil. Buktinya, saat kami menjenguk Rosi, teman sekelas kami yang sedang dirawat di rumah sakit. Tempatnya sangat enak. Kasurnya empuk da n ada banyak makanan. Sempat dipikiranku ingin sakit dan tinggal lama dikamar itu karena ada TV nya. Ditambah AC di atas dan toilet yang super bersih, rasanya ingin tinggal disitu berlama-lama. Sangat berbeda dengan cerita kak Nabil.

Kak Nabil kerap menceritakan kisah-kisah pada kami. Memang ada waktu khusus untuk kami mendengar cerita dari kak Nabil. Iya, saat malam minggu. Malam liburan. Kak Nabil tidak pernah keluar saat malam minggu. Ia selalu menemani kami untuk selalu bersemangat dan memiliki cita-cita tinggi.

Selain kak Nabil, masih ada empat orang lagi yang sangat berarti menurutku. Ia adalah Jado, Sandi, Lalang dan Ibu Hazmi. Tiga nama di depan adalah teman seumuran yang paling dekat dan kompak denganku. Kami sering melakukan hal-hal gila bersama sampai sekarang.

Sedang ibu Hazmi adalah ibuku, ibu kami semua termasuk kak Nabil. Beliau adalah ibu terbaik di mata kami. Ia bersedia merawat, menyediakan tempat tinggal dan memberikan pendidikan yang layak bagi kami. Kami semua bisa sekolah adalah usaha dari Ibu Hazmi untuk melakukan pembicaraan pada pihak sekolah. Kami semua sekolah geratis. Kata pihak sekolah, sudah ada orang yang bersedia menanggung seluruh biaya sekolah kami.

Kata bu Dewi, petugas SPP. Semua anak bu Hazmi di biayai oleh banyak dermawan. Aku, Jado dan sandi dibiayai oleh dermawan yang sama, yaitu pak Salman. Sedangkan Lalang dibiayai oleh bu Tuti yang tak lain adalah tetangga rumah kami.

Kami anggap Ibu hazmi sebagai ibu kandung meski kami tahu beliau bukanlah yang melahirkan kami ke dunia. Tetapi entahlah, kata ibu hazmi, ibuku bernama Lulukk, ia masih bekerja menjadi TKW di Arab Saudi. Namun sampai sekarang aku belum pernah melihat wajah ibu dan ayahku meski dalam foto sekali pun. Aku hanya bisa mengetahui namanya saja. 


Aku sama sekali tak ingin mencari ibu kandungku. Aku sudah menemukan keluargaku disinsi. Ada Ibu hazmi yang selalu mengajariku untuk kuat, tidak gampang mengeluh dan tidak mudah menangis. Ada kak Nabil yang mengajariku tentang bagaimana menggapai cita-cita dan ada Jado, Sandi dan Lalang yang selalu ada menemaniku berpetualang. Ya, di panti asuhan inilah kami tinggal. 


edy arif tirtana
Next on “Kami Tahu Apa Itu Cita-Cita”


1 komentar:

Unknown mengatakan...

alurnya,,, kang Tirta bangeet
:-)