CINTAKU INGIN MEMBUNUHMU
Yang
kudapati adalah penyesalan. Mengapa tak cepat memahami rasa cinta di hatiku.
Mengapa aku begitu bodoh membiarkannya jatuh dalam pelukan cinta yang tak
tepat. Sampai ia mati gantung diri, baru aku sadari cinta yang bersemayam di
hatiku teramat besar. Iya, cinta untuk Restu.
Dari
ujung senja Restu berlari kencang. Sesekali ia meloncat-loncat layaknya kuda
kegirangan. Sorot sunset dari belakang
membuat efek siluet. Tubuhnya hitam seperti bayang-bayang. Sore itu laut
menjadi saksi sebuah jawab. Jawab asmara yang menghapus siksa gelisah dari
benak sahabat terbaik ku, Restu.
Angin
laut membawa sayup suaranya padaku. Ia makin mendekat. Semakin jelas ekspresi dan apa yang
Restu teriakkan dari kejauhan tadi.
“Aku
diterima!!! Aku diterima!!!” Restu nampak kegirangan.
Nafasnya
ngos-ngosan lantaran jarak antara laut dan tempatku duduk menunggu lumayan
jauh. Restu memegang tanganku. Ia mengajakku menari-nari seperti dulu waktu
kami masih kecil. Saat bulan purnama, kami sering bermain di halaman rumah
nenek. Kami saling berpegangan tangan lalu berputar-putar sambil bernyanyi.
Namun kali ini tanpa nyanyian, hanya tertawa-tawa kencang dan aku mengimbangi.
“Cintaku
diterima Ervi. Uhuy uhuy. Cintaku
diterima Ervi.” Perlahan ia melepaskan tangan dan berhenti berputar. Kami
berdua membungkuk kelelahan. Saat berdiri, kami menarik nafas sangat panjang.
Wajah Restu masih terlihat sumringah.
“Tuh
kan, seperti kataku. Kau tak perlu lama membiarkan Ervi tenggelam dalam ketidakpastian.
Aku ini cewek. Aku tahu sifat cewek yang tidak suka menunggu terlalu lama. Aku
sudah menduga ia pasti menerima cintamu.”
Pandangan
Restu tajam ke arahku. “Aku tak pernah bermaksud membiarkannya menunggu Dri.
Aku hanya ingin memastikan bahwa Ervi memang spesial dan aku layak menitipkan
hati padanya. Aku tak main-main dengan cinta ini. Akan ku jadikan ia
satu-satunya untukku. Tak ada yang kedua, sampai kapan pun.”
“Ah,
kau memang pintar merangkai alasan Restu. Nyatanya kau baru mengungkapkan cinta
setelah aku paksa. Aku harus mengeluarkan berbagai alasan untuk sekedar membuatmu
yakin akan cintamu. Aku tahu kau hanya ingin dihargai sebagai seorang lelaki Restu.”
Kami berdua tertawa keras. Aku tahu sebenarnya ia, dan ia juga tahu bagaimana
aku.
###
Sejak
sore itu, tak ada lagi Restu yang kerap ngobrol denganku tentang cinta dan
kehidupan. Ia seakan hilang dengan cerita cinta terakhirnya padaku. Sempat aku
menyambangi rumahnya, namun ia juga tak ada. Kata ibunya, ia sekarang sering
pergi. Saat kutanya lebih lanjut, bu Yasmi mengaku tak begitu tahu.
Restu
tak pernah membalas kiriman SMS dari ku. Aku juga tak pernah berani
meneleponnya karena aku tahu ia tak begitu suka ditelepon. Meski hari-hari
berlangsung biasa, aku tak bisa pungkiri rasa ini. Rasa kehilangan yang tak
jelas apa artinya.
Aku
tahu sepenuhnya tentang Restu. Ia cowok yang teramat baik. Ia punya pandangan
yang amat suci tentang cinta. Menurutnya, cinta adalah wahyu. Cinta adalah
anugerah. Cinta tak bisa direkayasa oleh siapa pun. Cinta adalah pengabdian.
Cinta adalah penghargaan dan dalam cinta tak pernah ada yang dilecehkan.
“Ah,
konsep cintamu itu terlampau suci di zaman sekarang Restu.” Sanggahku saat itu.
“Maka
bersiaplah kau merasakan banyak noda dalam perjalanan cintamu. Yang jelas lebih
digemari saat ini adalah konsep cinta gado-gado. Cinta ya harus dicampur nafsu,
amarah, tuntutan dan kekecewaan biar lebih seru dan tidak membosankan.”
Tambahku.
“Aku sangat yakin dengan konsep cintaku ini Dri.
Kau jangan coba memengaruhi jalan pikirku.”
“Aku
tidak mempengaruhi. Aku hanya mengungkap kenyataan. Aku seorang cewek Restu.
Aku lebih tahu jika semua cewek suka ketegangan. Cewek lebih memilih cowok yang
seru meski tak setia ketimbang cowok setia tapi membosankan. Kelak kau akan
membuktikan.”
“Lihat
saja nanti.” Jawabnya.
“Kamu
menantangku?” Kami pun tertawa bersama saat itu.
Andai
aku punya radar, saat ini juga akan kulacak keberadaan Restu. Sedang apa dia
sekarang? Bagaimana nasib cintanya? Apakah ia masih kuat bertahan? Ah, ia
berhasil membuatku rindu dan penasaran.
###
Setengah
tahun aku bertahan dengan kerinduan. Ia menjadi sangat misterius dalam benakku.
Aku tak pernah lagi melihat, apalagi bertemu dengannya. Ia benar-benar
menghilang dari edaran hidupku.
Aku
menyesal telah mengantarkannya pada cinta Ervi. Cinta yang membuatku kehilangan.
Cinta yang membuatku terus bertahan dalam kerinduan. Cinta yang membuatku
tersadar akan perasaan cinta pribadiku padanya. Iya, aku mencintai Restu.
Yang
kudapati sekarang adalah penyesalan. Penyesalan yang sangat mendalam. Mengapa
aku harus membiarkannya jatuh dalam pelukan cinta yang tak tepat. Cinta Ervi
ternyata racun bagi kehidupan Restu.
Restu
sekarang telah mati. Ia terbujur kaku di hadapanku. Sebelum ia memutuskan
gantung diri, Ia sempat mengirim SMS padaku. SMS yang masih ku simpan sampai
sekarang.
“Sahabatku
Edriyani, semua perkataanmu benar tentang cinta. semua keyakinanku tentang
cinta ternyata salah. Kaulah yang menang. Kau benar sahabatku. Selamat tinggal.
Terimakasih telah mau mendengarku selama ini. Selamat tinggal, semoga di
akhirat kita bertemu lagi.” SMS itu membawaku makin tenggelam dan tak bisa
mentas lagi.
Sekarang
kudapati Restu terbujur kaku. Ia tak bernafas lagi. Cinta Ervi membunuhnya. Dadaku
sesak. Seperti ada yang tercerabut. Muncul iblis dari dalam diriku. Aku sangat
bernafsu lumuri tanganku ini dengan darah. Iya benar, darah Ervi. Ia juga harus
mati. Aku berjanji bara cinta ini akan membunuhnya sebelum aku bertemu Restu
kembali. Ingatlah, aku akan membunuhnya
dengan cinta.
Jika
suatu saat kau melihat Ervi, tolong kabari aku. Aku akan membunuhnya dengan
cinta.
edy arif tirtana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar